MAKALAH
BERPIKIR INDUKTIF DAN DEDUKTIF
Disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah Filsafat Ilmu
Oleh
Eriga
20112512005
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “ pengkajian untuk berpikir secara sahih”. Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk sesuai dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, kita akan melakukan penelaahan yang seksama hanya terhadap dua jenis cara penarikan kesimpulan yakni logika induktif dan deduktif.
Sementara menurut Jujun Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.
B. Rumusan Makalah
Pada makalah ini pemakalah mengajukan beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Apa pengertian dari berpikir deduktif ?
2. Apa pengertian dari berpikir induktif ?
3. Bagaimana strategi penggunaan pola pikir induktif-deduktif dalam pembelajaran matematika ?
C. Tujuan Makalah
Dari perumusan di atas , maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari berpikir deduktif .
2. Untuk mengetahui pengertian dari berpikir induktif .
3. Untuk mengetahui strategi penggunaan pola pikir induktif-deduktif dalam pembelajaran matematika.
II. Pembahasan
A. Pengertian Berpikir Deduktif
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (dikutip Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. ( dikutip :Filsafat Ilmu.hal 48-49 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com).
B. Pengertian Berpikir Induktif
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
C. Strategi Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif Dalam Pembelajaran Matematika
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajara sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan. Major (2006) memberi contoh pembelajaran barisan aritmetika sebagai berikut. Guru mulai pembelajaran dengan menulis definisi dipapan tulis: ‘barisan aritmetika adalah barisan yang memiliki beda sama’. Kemudian guru menjelaskan apa maksud ‘memiliki beda sama’. Kemudian guru melanjutnya pembelajaran, misalkan suku pertama barisan adalah a, dan beda b, maka a, a + b, a + 2b + … + (a + (n – 1)b) adalah barisan arimetika. Selanjutnya guru memberi contoh dan memberi soal untuk dikerjakan siswa.
Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif. Hal ini disebabkan siswa baru memahami generalisasi atau kosep setelah disajikan berbagai contoh. Major (2006) menyarankan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif: (1) mulailah dengan menyatakan generalisasi secara jelas; (2) tulis definisi dipapan tulis; (3) jelaskan istilah-istilah dalam definisi; (4) secara hati-hati tekankan hubungan-hubungan sifat dalam generalisasi; (5) ilustrasikan dengan contoh; dan (5) berilah kesempatan siswa memberi atau mengerjakan contoh berikutnya.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase kegiatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara berganti
III. Penutup
Agar siswa dapat belajar matematika di sekolah secara bermakna, siswa dituntut terampil memahami konsep-konsep matematika dari pola pikir induktif menuju deduktif. Pembelajaran matematika beracuan pendekatan tertentu seperti konstruktivisme atau CTL dengan melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif merupakan salah satu alternatif pembelajaran matematika yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Dalam pemecahan masalah siswa kadang menggunakan pola pikir induktif, kadang deduktif, dan kadang keduanya. Dalam pemecahan masalah kadang sulit memisahkan antara penggunaan pola pikir induktif dan deduktif. Pada prinsipnya, dalam pembelajaran matematika beracuan konsruktivisme penggunaan pola pikir induktif dan deduktif keduanya dapat digunakan untuk membangun misalnya suatu konsep matematika berdasar pengalaman siswa sendiri.
Pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus yang dialami siswa. Pertama-tama siswa dapat diajak mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan menggunakan pola pikir induktif. Misalnya kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian jika memungkinkan siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif. Secara umum dalam memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif-deduktif.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta : Penerbit Liberty, 2007
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : PT gelora Aksara Pratama, 1990
Rochmad, Ayatullah S. (2009). PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERACUAN KONSTRUKTIVISME. Makalah telah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika: Sertifikasi Guru: Meningkatkan Kualitas Matematika di Indonesia. Di Kampus Pascasarjana UNNES Semarang, tanggal 16 Januari 2008 .Tersedia: http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html .Diakses : 16 November 2011
Santoso, Slamet. (2008). Kuliah : Metpen Kuantitatif. Tersedia :
http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/penalaran-induktif-dan-deduktif-materi.html. Diakses : 15 Nopember 2011
PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERACUAN KONSTRUKTIVISME
Oleh: Rochmad
Dosen Jurusan Matematika FMIPA UNNES Semarang
(Makalah telah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika: Sertifikasi Guru: Meningkatkan Kualitas Matematika di Indonesia. Di Kampus Pascasarjana UNNES Semarang, tanggal 16 Januari 2008)
Abstrak:
Ciri utama penalaran dalam matematika adalah deduktif, atau dengan perkataan lain matematika bersifat deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan matematika bersifat konsisten. Pada prinsipnya, dalam pembelajaran matematika pola pikir induktif dan deduktif keduanya dapat digunakan untuk mempelajari konsep-konsep matematika. Namun demikian, pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus yang dialami siswa. Pertama-tama siswa dapat diajak mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan menggunakan pola pikir induktif. Misalnya kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif. Selanjutnya, jika memungkinkan siswa dapat diminta membuktikan generalisi yang diperolehnya secara deduktif. Secara umum dalam memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif-deduktif. Dalam pemecahan masalah, memecahkannya kadang hanya menggunakan salah satu pola pikir induktif atau deduktif, namun banyak masalah dalam memecahkannya menggunakan keduanya pola pikir induktif dan deduktif secara bergantian.
Kata kunci: Pembelajaran matematika, pola pikir induktif, pola pikir deduktif, pola pikir induktif-deduktif, pemecahan masalah.
A. Pendahuluan
Matematika merupakan pelajaran di sekolah yang dipandang penting dan dipelajari oleh siswa di semua tingkat pendidikan. Matematika informal diberikan pada anak-anak prasekolah, misalnya di “kelompok bermain atau play group” dan di Taman Kanak-Kanak (TK). Mulai di sekolah dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) siswa mendapat pelajaran matematika formal. Di TK misalnya, siswa mulai mengenal klasifikasi secara informal. Anak-anak bermain memilih benda-benda berwarna merah dari sekelompok benda-benda mainannya dapat dikatakan secara informal siswa melakukan pengelompokan, dan bahkan secara informal pada diri siswa mulai tertanam “penalaran matematika”, misalnya siswa menggunakan penalaran matematika ketika mengetahui mana benda-benda yang termasuk dalam kelompok benda-benda berwarna merah dan yang bukan berwarna merah. Dalam setiap pengelompokan tentu ada syarat tertentu, secara informal siswa dapat mengklasifikasikan mana benda-benda yang menjadi anggota kelompoknya, syarat dalam melakukan pengelompokan oleh anak dilakukan sendiri atau dilakukan dibawah bimbingan guru.
Sejak siswa duduk di kelas 1 SD/MI, mulailah dikenalkan dengan matematika formal. Para siswa mulai mengenal obyek dasar matematika yang bersifat abstrak misalnya fakta, konsep, prinsip dan struktur matematika. Dalam mempelajari matematika siswa terlibat dengan berpikir. Soedjadi (2000) menyatakan dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Meskipun pada akhirnya siswa diharapkan mampu berpikir deduktif, namun dalam proses pembelajaran matematika dapat digunakan pola pikir induktif.
Dewasa ini pembelajaran matematika konstruktivis menjadi perhatian para pemerhati pendidikan untuk menggeser pembelajaran matematika tradisional yang hasil belajarnya dipandang kurang optimal. Slavin (2000) menyatakan “students must construct knowledge in their own mind”. Pembelajaran matematika tradisional berpusat pada guru dengan metode ceramah sebagai metode pembelajaran utama. Di kelas siswa lebih banyak sebagai pendengar dan menghafal aturan-aturan atau rumus-rumus matematika kurang memahaminya (Suwarsono, 1999; Ratumanan, 2003; Jaeng, 2004). Marpaung (dalam Ratumanan, 2003) berpendapat bahwa matematika tidak ada artinya kalau hanya dihafal.
Pembelajaran matematika beracuan konstruktivieme berpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator terciptanya suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efisien dan menyenangkan. Guru menerapkan berbagai metode yang dipandang sesuai dengan bahasan materi matematika yang sedang dipelajari. Siswa terlibat membangun ide-ide, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan struktur-struktur matematika berdasar pengalaman siswa sendiri.
Fakta di lapangan guru matematika sekolah kebanyakan mengajar dengan cara tradisional dengan pola: informasi-contoh soal-latihan sesuai contoh. Paradigma pembelajaran matematika di Indonesia selama bertahun-tahun adalah paradigma mengajar dan banyak dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku, bukan paradigma belajar (Marpaung, 2003). Menurut Ratumanan (2003) pembelajaran matematika di Indonesia beracuan behaviorisme dengan penekanan pada transfer pengetahuan dan hukum latihan. Guru mendominasi kelas dan menjadi sumber utama pengetahuan, kurang memperhatikan aktivitas aktif siswa, interaksi siswa, negosiasi makna, dan konstruksi pengetahuan.
Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika beracuan behaviorisme selama ini kurang berhasil, oleh karena itu perlu dicari alternatif ”penggantinya”, misalnya pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme. Tulisan ini membahas pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme dan kaitannya dengan penggunaan pola pikir induktif dan deduktif. Tulisan ini menyajikan salah satu alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif.
B. Pembahasan
1. Penalaran Matematika
Fondasi dari matematika adalah penalaran (reasoning). Ross (dalam Lithner, 2000) menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.
Banyak penelitian yang dilakukan para psikolog dan pendidik berkaitan dengan penalaran. Penalaran yang mula-mula dikenalkan oleh Aristotle adalah penalaran silogisme yang idenya muncul ketika orang ingin mengetahui “apa yang terjadi dibenak” dalam memecahkan masalah yang memuat logika. Lebih dari 2000 tahun yang lalu Aristotle mengenalkan suatu sistem penalaran atau validasi argumen yang disebut silogisme. Silogisme memuat tiga urutan argumen: sebuah premis utama (a major premise); sebuah premis minor (a minor premise); dan sebuah kesimpulan (a conclusion). Suatu kesimpulan yang dicapai berdasarkan penalaran silogisme dinilai “benar” atau “valid”, jika premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar dan disusun dalam bentuk yang benar.
Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif dan deduktif. Copeland (1974) mengklasifikasikan penalaran dalam penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk semua kasus. Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif.
Peressini dan Webb (1999) di samping memandang penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika (mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode berpikir. Daya matematika sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu kecenderungan positip kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat matematika, meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan; (c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan secara matematis; (d) kecakapan menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasikan ide-ide; dan (e) kecakapan menerapkan pengetahuan matematika untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999).
Daya matematika siswa seyogyanya dapat diwujudkan dalam berbagai dimensi supaya mampu memunculkan berbagai metode matematika yang nantinya dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah tidak rutin dan dapat dijadikan panduan dalam menghadapi perubahan kehidupan dalam masyarakat yang bergantung pada kemajuan ilmu, teknologi dan informasi. Penalaran matematika dalam sudut pandang aktivitas dinamik melibatkan keragaman mode berpikir, dan daya matematika dipandang sebagai komponen integral dari berpikir matematika. Khususnya berpikir matematika yang melibatkan keragaman matematika dalam keterampilan berpikir untuk memahami ide-ide, menemukan hubungan antar ide-ide, dan mendukung gambaran atau kesimpulan tentang ide-ide dan hubungan-hubungannya, dan memecahkan masalah-masalah yang melibatkan ide-ide tersebut (O’Daffer dan Thornquist dalam Perissini dan Webb, 1999).
Penalaran matematika memiliki peran yang amat penting dalam proses berpikir seseorang. Penalaran matematika meliputi mengumpulkan bukti-bukti, membuat konjektur-konjektur, menetapkan generalisasi-generalisasi, membangun argumen-argumen, dan menentukan (dan validasi) kesimpulan-kesimpulan logis berdasar ide-ide dan hubungan-hubungannya. Untuk mencapai daya matematika berbagai mode penalaran matematika dilibatkan misalnya induktif (inductive), deduktif (deducttive), bersyarat (conditional), perbandingan (proporsional), grafik (graphical), keruangan (spatial) dan penalaran abstrak (abstract reasoning).
2. Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme
Salah satu dari prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak dapat dengan mudah menanamkan pengetahuan pada diri siswa. Slavin (2000) menyatakan bahwa siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dalam benaknya. Berkaitan dengan hal ini, guru dapat menciptakan suasana pembelajaran sehingga informasi, keterampilan dan konsep yang disampaikan menjadi bermakna dan relevan bagi siswa dengan cara memberi kesempatan kepada para siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri; serta suasana pembelajaran yang mampu menjadikan siswa memiliki keberanian dan dengan penuh kesadaran belajar menggunakan strateginya sendiri. Guru dapat memberi tangga kepada siswa agar dapat digunakan untuk naik menuju ke pemahaman yang lebih tinggi, tetapi biarkanlah siswa sendiri yang memanjatnya.
Menurut Slavin (2000) proses mengajar belajar yang berpusat pada siswa dan menekankan pada aktivitas siswa mengkonstruksi pengetahuan dalam benaknya sendiri dinamakan teori pembelajaran konstruktivistik (constructivist theories of learning). Pembelajaran konstruktivis mengkondisikan kegiatan siswa dalam interval waktu kerja yang tidak begitu lama memeriksa informasi baru dan dibandingkan dengan aturan-aturan yang telah diketahuinya, dan mungkin kemudian merevisi aturan-aturan tersebut. Karena pembelajaran konstruktivis menekankan kepada para siswa agar belajar lebih aktif di kelas, maka pembelajaran konstruktivis sering dinamakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran beracuan konstruktivisme guru menjadi pembimbing dan fasilitator. Inti dari pembelajaran konstruktivis adalah siswa secara individual menemukan dan mentransformasi informasi yang begitu kompleks dalam benaknya.
Kenyataan bahwa para siswa sering mempelajari konsep-konsep dan prosedur-prosedur matematika dengan kurang atau tidak memahaminya dikemukakan dalam National Assessment of Educational Progress (dalam Johnson, Johnson dan Stiff, 1993). William A. Brownel (dalam Johnson, Johnson dan Stiff, 1993) adalah salah seorang yang mula-mula mengajukan teori pembelajaran matematika (aritmetika) secara bermakna (meaningful learning) berpendapat bahwa pembelajaran matematika yang efektif harus menyajikan suatu pemahaman pada konsep-konsep, hubungan-hubungan, dan proses terjadinya definisi aritmetika. Penelitian menunjukkan bahwa para siswa sering mempelajari prosedur-prosedur dalam aljabar tanpa memahami makna apa yang mereka pelajari. Reed (dalam Johnson, Johnson dan Stiff, 1993) menyatakan bahwa jika para siswa memahami struktur-struktur yang mendasari masalah, susunan kata dalam masalah kurang memberi efek pada kecakapan siswa dalam memecahkannya atau dalam mengkonstruksi alternatif pemecahannya. Salah satu strategi penting untuk membantu siswa dalam memahami masalah secara bermakna adalah meminta siswa menulis dan merumuskan kembali masalah yang sedang dihadapi sebelum siswa menulis penyelesaianya.
Sampai saat ini, teori perkembangan intelektual anak yang sering menjadi acuan para pemerhati pendidikan adalah teori perkembangan inelektual Piaget. Di awal kerjanya ia mengidentifikasi adanya empat tahap perkembangan kognitif: sensori motor (sensorimotor), preoperasional (preoperational), operasional konkret (concrete operational), dan operasi formal (formal operational). Tetapi siswa jarang hanya berada pada satu sisi tahap perkembangan. Para siswa pada jenjang pendidikan setingkat SMA (high school) sering berada dan bergerak pada operasi konkret dan operasi formal jika mereka sedang mempelajari keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip baru (Johnson, Johnson dan Stiff, 1993).
Teori Piaget tentang perkembangan intelektual menaruh perhatian pada proses asimilasi (assimilation) dan akomodasi (accommodation) informasi dalam skema mental siswa. Asimilasi adalah suatu proses menempatkan informasi dan pengalaman baru dalam struktur kognitif siswa. Akomodasi adalah hasil penyetrukturan kembali dalam skema kognitif.
Assimilation is the process by which new experience and information are placed into the cognitive structure of the leaner. […] Accomodation is the product of any restructuring of that cognitive schema. (Stiff, Johnson, dan Johnson; 1993:3)
Pembelajaran beracuan konstruktivisme menekankan pada aktivitas siswa membangun (construct) pengetahuan untuk “menyesuaikan” apa yang baru saja diketahui (atau diyakini). Kadangkala penyesuaian atau adaptasi tidak dapat dengan mudah dilakukan. Apabila siswa tidak dapat membaca asimilasi data baru dalam struktur mental yang ada, maka siswa membangun skema-skema atau hubungan-hubungan baru agar dapat mengakomodasi pengetahuan dalam benaknya. Untuk memperoleh pengalaman membangun pengetahuan baru dalam benaknya siswa harus aktif terlibat dalam merestruktur pengetahuan tersebut.
Sebagai contoh, dalam memperoleh keterampilan menyelesaikan sistem persamaan linear dengan dua variabel misalnya mula-mula siswa terampil bekerja menggunakan cara “eleminasi”. Dengan berdasar pengetahuan dan pengalaman siswa ini dimungkinkan menghasilkan penyetrukturan kembali (restructuring) pemahaman mereka dalam menyelesaikan sistem persamaan linear dengan dua variabel misalnya menyelesaikan persamaan tersebut dengan menggunakan bantuan matriks.
Bruner (dalam Stiff, Johnson dan Johnson, 1993) merumuskan empat teorema belajar matematika yang mengacu pada pandangan konstruktivisme. Teorema konstruksi (construction theorem), teorema notasi (notation theorem), teorema kontras dan variasi (contrast and variation theorem), dan teorema konektivitas (connectivity theorem).
Teorema konstruksi menyatakan bahwa siswa seyogyanya diberi kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri representasi konsep-konsep, aturan-aturan dan hubungan-hubungannya. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas guru sering menyediakan dan menggunakan bantuan benda-benda konkret atau benda-benda manipulatif untuk membantu siswa dalam belajarnya. Teori notasi menyatakan bahwa penggunaan notasi yang baik akan menyederhanakan proses kognisi dalam menangkap konsep-konsep, aturan-aturan dan hubungan-hubungannya. Sebagai contoh, siswa akan lebih memahami konsep “variabel” jika digunakan representasi ikonik misalnya 19 = __ + 7 dari pada digunakan representasi baku 19 = x + 7.
Teorema kontras dan variasi menyatakan bahwa kemajuan dari representasi konsep-konsep dari konkret ke bentuk abstrak bergantung pada pengalaman siswa dalam membandingkan atribut-atribut suatu konsep dengan atribut-atribut konsep lain yang serupa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghadapi dan menyelesaikan berbagai contoh. Teorema konektivitas menyatakan bahwa guru perlu mendemonstrasikan hubungan antar keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika. Teorema konektivitas ini dapat mengurangi isolasi antar topik dalam pembelajaran matematika dan dapat mengantarkan siswa sampai pada tingkat intuisi dan penalaran matematika yang lebih tinggi, yakni belajar matematika secara bermakna (meaningfull mathematical learning).
3. Pola Pikir Induktif-Deduktif dalam Pembelajaran Matematika
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan. Major (2006) memberi contoh pembelajaran barisan aritmetika sebagai berikut. Guru mulai pembelajaran dengan menulis definisi dipapan tulis: ‘barisan aritmetika adalah barisan yang memiliki beda sama’. Kemudian guru menjelaskan apa maksud ‘memiliki beda sama’. Kemudian guru melanjutnya pembelajaran, misalkan suku pertama barisan adalah a, dan beda b, maka a, a + b, a + 2b + … + (a + (n – 1)b) adalah barisan arimetika. Selanjutnya guru memberi contoh dan memberi soal untuk dikerjakan siswa.
Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif. Hal ini disebabkan siswa baru memahami generalisasi atau kosep setelah disajikan berbagai contoh. Major (2006) menyarankan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif: (1) mulailah dengan menyatakan generalisasi secara jelas; (2) tulis definisi dipapan tulis; (3) jelaskan istilah-istilah dalam definisi; (4) secara hati-hati tekankan hubungan-hubungan sifat dalam generalisasi; (5) ilustrasikan dengan contoh; dan (5) berilah kesempatan siswa memberi atau mengerjakan contoh berikutnya.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
4. Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme yang Melibatkan Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif
Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme masih sulit menentukan pendekatan mana yang lebih baik; pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif atau dengan pendekatan deduktif. Menurut Prince dan Felder (2006), guru yang baik adalah yang membantu siswa mempelajari keduanya. Menurut Dameus, A. Tilley, D.S, Brant, M (2004) pendekatan pembelajaran dapat induktif atau deduktif, atau kombinasi dari keduanya. Major (2006) berpendapat dalam pelaksanaan pembelajaran lebih baik memuat keduanya kegiatan induktif dan deduktif meskipun tak dapat dihindari mana yang lebih dominan.
Berdasar uraian di atas dan mengacu pendapat dengan Prince dan Felder (2006), Dameus, A. Tilley, D.S, Brant (2004), dan Major (2006); penulis berpendapat pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme dapat dirancang mengkombinasikan keduanya memuat kegiatan induktif dan deduktif, sependapat dengan Major (2006) dalam pelaksanaan pembelajaran lebih baik memuat keduanya kegiatan induktif dan deduktif meski tak dapat dihindari salah satu dari kegiatan tersebut lebih dominan.
Dalam makalah ini dikembangkan pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif. Rancangan sintaks pembelajaran dominan pada kegiatan induktif yang memuat kegiatan siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika berdasar pengalaman siswa sendiri. Siswa melakukan pengamatan pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh suatu konsep dan menuliskan konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Dalam kegiatan induktif ini siswa belajar mengkonstruk pengetahuan matematis menggunakan pola pikir induktif. Ketika siswa memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif atau deduktif secara bergantian. Dengan demikian kegiatan deduktif tercakup dalam pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah siswa terlibat dengan penggunaan pola pikir induktif-deduktif.
Salah satu alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif serta pembelajaran yang memungkinkan mencakup kegiatan pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah sebagai berikut: (1) fase kegiatan pembukaan; (2) fase kegiatan induktif; (3) fase kegiatan diskusi kelas; (4) fase kegiatan induktif-deduktif; dan (5) fase kegiatan penutupan.
a. Fase kegiatan pembukaan
Kegiatan guru pada fase kegiatan pembukaaan pertama-tama guru membuka pembelajaran. Menyampaikan tujuan pembelajaran, dan memotivasi siswa agar dapat lebih siap dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selanjutnya guru memeriksa pengetahuan prasyarat misalnya dengan cara menanyakan hasil pekerjaan rumah, atau menanyakan materi yang berkaitan dengan pembelajaran yang telah diberikan sebelumnya.
Menurut Kemp (1994: 107) dapat disinyalir bahwa siswa mengalami kesulitan belajar disebabkan siswa tidak mengetahui dengan pasti atau kurang jelas apa yang diharapkan oleh guru dari siswa. Jika apa yang diharapkan guru tidak dibatasi dengan jelas, siswa tentu tidak akan tahu dengan pasti apa yang akan dipelajari dan apa yang perlu dilakukan. Oleh karena itu di awal pembelajaran guru perlu menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan bagaimana cara belajar untuk mencapainya.
Tujuan pembelajaran perlu diketahui oleh siswa agar siswa mengetahui apa yang harus dilakukan. Tujuan pembelajaran untuk suatu pokok bahasan harus diberikan pada saat mereka mulai mempelajari pokok bahasan itu (Kemp, 1994). Dengan cara seperti ini, siswa akan mengetahui apa yang diharapkan dari guru dalam mempelajari pokok bahasan tersebut dan dapat mengatur tata cara belajarnya dengan baik. Kemp (1994: 130) menyatakan terdapat bukti positif yang menunjukkan bahwa siswa yang diberi tahu tentang tujuan pembelajaran yang harus mereka capai betul-betul mengalami kemajuan yang memuaskan dalam jangka waktu yang lebih singkat dan mencapai tingkat keberhasilan yang lebih besar dibandingkan dengan siswa yang tidak diberi tahu.
Motivasi diperlukan oleh para siswa dalam belajar matematika. Ide awal penelitian Kazemi dan Stipek (2002) adalah untuk menjawab tantangan bagaimana pentingnya guru memberi motivasi kepada seluruh siswa agar para siswa bergairah dan terikat kuat dalam belajarnya. Oleh karena itu dalam fase pembukaan ini guru perlu memberi motivasi kepada siswa agar siswa tebih bergairah dan konsentrasi dalam belajarnya.
Agar guru dapat mengelola pembelajaran dengan baik, guru perlu mengetahui pengetahuan prasyarat siswa yaitu dengan cara memberi pertanyaan-pertanyaan yang mendasari sub pokok bahasan pembelajaran yang akan disampaikan. Menurut Ausubel (dalam Joice dan Weil, 1992: 184): “whether or not material is meaningful depends more on the preparation of the learner and on the organization of the material than it does on the method of representation”. Apakah materi yang dipelajari siswa bermakna atau tidak lebih bergantung pada kesiapan siswa dan pengorganisasian materi dari pada metode penyajian. Oleh karena itu, sebelum guru memulai pembelajaran perlu memeriksa pengetahuan prasyarat siswa.
b. Fase kegiatan induktif.
Guru menyampaikan hal-hal khusus berkaitan dengan materi pokok yang akan disampaikan. Guru mengarahkan siswa melakukan kegiatan belajar dengan menggunakan pola pikir induktif, misalnya guru memberi beberapa contoh suatu konsep, siswa diminta mengamati dengan cermat, dan meminta siswa menulis makna konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Dalam fase ini kegiatan belajar siswa mengkonstruk pengetahuan matematis dengan cara siswa sendiri berdasar hasil pengamatannya.
Dalam fase kegiatan induktif ini dibawah bimbingan dan arahan guru, siswa aktif belajar matematika secara individu. Meskipun demikian, siswa diberi kesempatan berinteraksi dengan temannya, misalnya bertukar pendapat dengan teman sebangkunya atau dengan teman-teman di dekatnya. Kegiatan utama siswa adalah mengamati, memeriksa, menyelidiki, menganalisis, atau memikirkan berdasarkan kemampuan masing-masing hal-hal yang bersifat khusus dan mengkonstruk konsep atau generalisasi atau sifat-sifat umum berdasar hal-hal khusus tersebut. Menurut Kemp (1994: 143) terdapat bukti yang menunjukkan sebagian besar siswa dapat mencapai tujuan yang diinginkan dengan cara yang paling memuaskan apabila siswa diberi kesempatan belajar menurut kemampuan masing-masing.
Pada fase kegiatan induktif ini prinsip memuat prinsip pertama pembelajaran beracuan konstruktivisme menurut Tadao (dalam Sa’dijah, 2006), yaitu fase kesadaran, anak dihadapkan pada sumber yang membangkitkan kesadaran matematisnya dan mulai mengkonstruksi pengetahuan matematis. Guru menyampaikan contoh-contoh atau kasus-kasus khusus menjadi sumber untuk membangkitkan kesadaran siswa dan siswa melakukan pengamatan secara hati-hati terhadap contoh atau kasus khusus yang diamati.
c. Fase diskusi kelas
Ada kelemahan jika pembelajaran di kelas hanya dengan belajar secara individu. Kelemahan tersebut misalnya kurang terjadi interaksi antar siswa atau antara guru dan siswa. Kemp (1994: 156) berpendapat bahwa dalam pembelajaran perlu direncanakan kegiatan kelompok. Apabila hanya dipakai metode satu jalur, misalnya hanya kerja mandiri, kegiatan belajar bisa membosankan dan tidak menarik. Kemp (1994: 151) juga berbendapat bahwa akhir-akhir ini terdapat kecenderungan mengurangi waktu untuk pola penyajian materi pembelajaran, lebih menyukai pola belajar mandiri dalam kegiatan kelompok.
Berdasar pendapat Kemp (1994) dapat disinyalir bahwa kegiatan belajar siswa secara individu dapat diperkuat melalui interaksi sosial, misalnya diskusi kelompok. Pertemuan kelompok kecil ini dapat dipakai untuk mengecek kepahaman siswa tentang konsep dan asas yang telah mereka peroleh sebelumnya (Kemp, 1994: 167). Dalam fase kegiatan induktif siswa diberi kesempatan berdiskusi dengan teman sebangkunya atau diskusi dalam kelompok dengan beberapa teman didekatnya. Dalam diskusi ini siswa berinteraksi satu dengan lainnya dan bertukar pemikiran dan pengalaman dalam rangka mengkonstruk pengetahuan secara individu.
Dalam fase diskusi kelas ini guru memimpin diskusi dalam rangka memperoleh kesimpulan atau kesepakatan terhadap hasil-hasil konstruksi pengetahuan matematis awal siswa. Hasil dikonstruksi pengetahuan matematis siswa mungkin berbeda-beda bergantung pada pengetahuan awal masing-masing. Beberapa siswa diminta menyampaikan hasil kerjanya secara lisan atau tertulis. Guru memberi ulasan atau komentar, dan selanjutnya memberi kesimpulan atau kesepakatan terhadap makna konsep yang pelajari siswa. Dengan demikian, siswa tidak semata-mata menghafal definisi suatu konsep tetapi siswa terlibat dalam memperoleh definisi tersebut.
d. Fase kegiatan induktif-deduktif
Dalam fase kegiatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.
e. Fase kegiatan penutup
Pada fase kegiatan penutup ini kegiatan pembelajaran adalah memberi kuis (tes singkat) secara individu, memberi tugas dikerjakan di rumah, dan menutup pembelajaran. Kuis (tes singkat) berupa soal yang harus diselesaikan siswa dalam waktu yang relatif singkat. Untuk melaksanakan kuis diperlukan alat penilaian. Alat penilaiaannya dapat tes tertulis atau lisan. Tujuannya untuk mengukur seberapa jauh siswa telah menguasai pengetahuan ditinjau dari aspek pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, atau pemecahan masalah.
Guru memberi tugas dengan memberi soal-soal yang berkaitan dengan pokok bahasan yang dibahas untuk dikerjakan di rumah. Tugas rumah diarahkan pada kegiatan pemecahan masalah dengan tujuan siswa dapat lebih memahami konsep atau struktur matematika yang dipelajari dan untuk melatih siswa terbiasa menggunakan pola pikir induktif-dedukif dalam memecahkan masalah. Selanjutnya guru menutup pembelajaran.
C. Penutup
Agar siswa dapat belajar matematika di sekolah secara bermakna, siswa dituntut terampil memahami konsep-konsep matematika dari pola pikir induktif menuju deduktif. Pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme dengan melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif merupakan salah satu alternatif pembelajaran matematika yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Dalam pemecahan masalah siswa kadang menggunakan pola pikir induktif, kadang deduktif, dan kadang keduanya. Dalam pemecahan masalah kadang sulit memisahkan antara penggunaan pola pikir induktif dan deduktif. Pada prinsipnya, dalam pembelajaran matematika beracuan konsruktivisme penggunaan pola pikir induktif dan deduktif keduanya dapat digunakan untuk membangun misalnya suatu konsep matematika berdasar pengalaman siswa sendiri.
Pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus yang dialami siswa. Pertama-tama siswa dapat diajak mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan menggunakan pola pikir induktif. Misalnya kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian jika memungkinkan siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif. Secara umum dalam memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif-deduktif.
Salah satu alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif sebagai berikut: (1) fase kegiatan pembukaan; (2) fase kegiatan induktif; (3) fase kegiatan diskusi kelas; (4) fase kegiatan induktif-deduktif; dan (5) fase kegiatan penutupan.
http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html
http://vhyo17.wordpress.com/2010/03/13/berpikir-deduktif-dan-berpikir-induktif/
Maret 13, 2010 — vhyo17
http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/penalaran-induktif-dan-deduktif-materi.html
Label: Kuliah : Metpen Kuantitatif
Diposkan oleh SLAMET SANTOSO di Sabtu, Agustus 09, 2008
Selasa, 08 Januari 2013
makalah aksiologi
MAKALAH AKSIOLOGI
Disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah Filsafat Ilmu
Oleh
Eriga
20112512005
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sejak dari balita mulai diarahkan dan dididik untuk mencari dan memahami ilmu. Hal ini dilakukan karena ilmu merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia , sebab dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan dan kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian, timbul pertanyaan apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia ? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab , jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini pemakalah mengajukan beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Apa pengertian aksiologi ?
2. Apa tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi ?
3. Apa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi ?
C. Tujuan Makalah
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi .
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi .
3. Untuk mengetahui hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, pemakalah akan menguraikan beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya :
1. Aksiologi berasal dari perkataan axios ( Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”.
2. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S.Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
3. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian . Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik.
4. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.
b. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai , ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya , nilai dia, dan sistem nilai dia .
c. Nilai juga diartikan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi dia, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi di atas terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai . Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai . Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
B. Tujuan Mempelajari Matematika berlandaskan Aksiologi
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan mempelajari matematika seperti yang tertulis di nomor 5, di atas sejalan dengan aksilogi yang mempelajari nilai dari suatu bidang ilmu, khususnya matematika. Maksudnya adalah aksilologi pada matematika dalah berbagai pertimbangan yang menjadi alasan mengapa matematika itu penting untuk dipelajari, serta nilai-nilai apa saja yang akan dan dimiliki setelah mempelajari matematika.
C. Hubungan Antara Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.
Sebagai tugas makalah ketiga pada filasafat, maka perlu bagi pemakalah melakukan analisa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Setelah dikaji secara mendalam maka filsafat ilmu dipelajari bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut, yaitu :
1. Pertanyaan landasan ontologis
Objek apa yang ditelaah ? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? Bagaimana korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia ( seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang menghasilkan ilmu ? Dari landasan ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang ilmu.
2. Pertanyaan landasan epistemologis
Bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu ? Bagaimana prosedur dan mekanismenya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? apakah kriterianya ? Cara /teknik /sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
3. Pertanyaan landasan aksiologi
Un tuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penetuan objek dan metode yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana korelasi antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma- norma agama ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian aksiologi terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan tujuan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia.
III. KESIMPULAN
Pengkajian suatu bidang pengetahuan harus dibangun dari fondasi filsafat yang kuat, jelas, terarah, sistematis, berdasarkan norma-norma keilmuan dan dapat dipertanggungjawabkan . Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan dalam menguak landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hala, yaitu onologi, epistemologi, dan pada makalah ini dikaji secara mendalam melalui aksiologi.
Aksiologi yang merupakan teori tentang nilai (etika dan estetika) , pada dasarnya adalah untuk mengarahkan manusia agar menyadari bahwa ilmu haruslah bertujuan untuk kemaslahatan umat, sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia, dan kesejahteraananya, begitupun dengan ilmu matematika yang disusun dan hendaknya dipergunakan secara komunal dan universal.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, JakartA :PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Sulaiman, Husnan & Munasir. (2009). Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu. [Online]. Tersedia: http://suksespen.blogspot.com//.htm [3 Oktober 2011]
Wardhani Sri. 2008 . Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG / MGMP Matematika . Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan matematika . Jogjakarta
MAKALAH AKSIOLOGI
Disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah Filsafat Ilmu
Oleh
Eriga
20112512005
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sejak dari balita mulai diarahkan dan dididik untuk mencari dan memahami ilmu. Hal ini dilakukan karena ilmu merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia , sebab dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan dan kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian, timbul pertanyaan apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia ? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab , jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini pemakalah mengajukan beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Apa pengertian aksiologi ?
2. Apa tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi ?
3. Apa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi ?
C. Tujuan Makalah
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi .
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi .
3. Untuk mengetahui hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, pemakalah akan menguraikan beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya :
1. Aksiologi berasal dari perkataan axios ( Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”.
2. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S.Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
3. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian . Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik.
4. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.
b. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai , ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya , nilai dia, dan sistem nilai dia .
c. Nilai juga diartikan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi dia, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi di atas terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai . Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai . Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
B. Tujuan Mempelajari Matematika berlandaskan Aksiologi
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan mempelajari matematika seperti yang tertulis di nomor 5, di atas sejalan dengan aksilogi yang mempelajari nilai dari suatu bidang ilmu, khususnya matematika. Maksudnya adalah aksilologi pada matematika dalah berbagai pertimbangan yang menjadi alasan mengapa matematika itu penting untuk dipelajari, serta nilai-nilai apa saja yang akan dan dimiliki setelah mempelajari matematika.
C. Hubungan Antara Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.
Sebagai tugas makalah ketiga pada filasafat, maka perlu bagi pemakalah melakukan analisa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Setelah dikaji secara mendalam maka filsafat ilmu dipelajari bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut, yaitu :
1. Pertanyaan landasan ontologis
Objek apa yang ditelaah ? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? Bagaimana korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia ( seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang menghasilkan ilmu ? Dari landasan ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang ilmu.
2. Pertanyaan landasan epistemologis
Bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu ? Bagaimana prosedur dan mekanismenya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? apakah kriterianya ? Cara /teknik /sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
3. Pertanyaan landasan aksiologi
Un tuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penetuan objek dan metode yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana korelasi antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma- norma agama ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian aksiologi terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan tujuan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia.
III. KESIMPULAN
Pengkajian suatu bidang pengetahuan harus dibangun dari fondasi filsafat yang kuat, jelas, terarah, sistematis, berdasarkan norma-norma keilmuan dan dapat dipertanggungjawabkan . Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan dalam menguak landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hala, yaitu onologi, epistemologi, dan pada makalah ini dikaji secara mendalam melalui aksiologi.
Aksiologi yang merupakan teori tentang nilai (etika dan estetika) , pada dasarnya adalah untuk mengarahkan manusia agar menyadari bahwa ilmu haruslah bertujuan untuk kemaslahatan umat, sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia, dan kesejahteraananya, begitupun dengan ilmu matematika yang disusun dan hendaknya dipergunakan secara komunal dan universal.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, JakartA :PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Sulaiman, Husnan & Munasir. (2009). Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu. [Online]. Tersedia: http://suksespen.blogspot.com//.htm [3 Oktober 2011]
Wardhani Sri. 2008 . Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG / MGMP Matematika . Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan matematika . Jogjakarta
MAKALAH AKSIOLOGI
Disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah Filsafat Ilmu
Oleh
Eriga
20112512005
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sejak dari balita mulai diarahkan dan dididik untuk mencari dan memahami ilmu. Hal ini dilakukan karena ilmu merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia , sebab dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan dan kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian, timbul pertanyaan apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia ? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab , jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini pemakalah mengajukan beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Apa pengertian aksiologi ?
2. Apa tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi ?
3. Apa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi ?
C. Tujuan Makalah
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi .
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi .
3. Untuk mengetahui hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, pemakalah akan menguraikan beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya :
1. Aksiologi berasal dari perkataan axios ( Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”.
2. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S.Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
3. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian . Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik.
4. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.
b. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai , ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya , nilai dia, dan sistem nilai dia .
c. Nilai juga diartikan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi dia, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi di atas terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai . Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai . Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
B. Tujuan Mempelajari Matematika berlandaskan Aksiologi
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan mempelajari matematika seperti yang tertulis di nomor 5, di atas sejalan dengan aksilogi yang mempelajari nilai dari suatu bidang ilmu, khususnya matematika. Maksudnya adalah aksilologi pada matematika dalah berbagai pertimbangan yang menjadi alasan mengapa matematika itu penting untuk dipelajari, serta nilai-nilai apa saja yang akan dan dimiliki setelah mempelajari matematika.
C. Hubungan Antara Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.
Sebagai tugas makalah ketiga pada filasafat, maka perlu bagi pemakalah melakukan analisa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Setelah dikaji secara mendalam maka filsafat ilmu dipelajari bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut, yaitu :
1. Pertanyaan landasan ontologis
Objek apa yang ditelaah ? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? Bagaimana korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia ( seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang menghasilkan ilmu ? Dari landasan ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang ilmu.
2. Pertanyaan landasan epistemologis
Bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu ? Bagaimana prosedur dan mekanismenya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? apakah kriterianya ? Cara /teknik /sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
3. Pertanyaan landasan aksiologi
Un tuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penetuan objek dan metode yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana korelasi antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma- norma agama ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian aksiologi terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan tujuan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia.
III. KESIMPULAN
Pengkajian suatu bidang pengetahuan harus dibangun dari fondasi filsafat yang kuat, jelas, terarah, sistematis, berdasarkan norma-norma keilmuan dan dapat dipertanggungjawabkan . Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan dalam menguak landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hala, yaitu onologi, epistemologi, dan pada makalah ini dikaji secara mendalam melalui aksiologi.
Aksiologi yang merupakan teori tentang nilai (etika dan estetika) , pada dasarnya adalah untuk mengarahkan manusia agar menyadari bahwa ilmu haruslah bertujuan untuk kemaslahatan umat, sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia, dan kesejahteraananya, begitupun dengan ilmu matematika yang disusun dan hendaknya dipergunakan secara komunal dan universal.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, JakartA :PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Sulaiman, Husnan & Munasir. (2009). Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu. [Online]. Tersedia: http://suksespen.blogspot.com//.htm [3 Oktober 2011]
Wardhani Sri. 2008 . Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG / MGMP Matematika . Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan matematika . Jogjakarta
Disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah Filsafat Ilmu
Oleh
Eriga
20112512005
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sejak dari balita mulai diarahkan dan dididik untuk mencari dan memahami ilmu. Hal ini dilakukan karena ilmu merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia , sebab dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan dan kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian, timbul pertanyaan apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia ? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab , jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini pemakalah mengajukan beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Apa pengertian aksiologi ?
2. Apa tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi ?
3. Apa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi ?
C. Tujuan Makalah
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi .
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi .
3. Untuk mengetahui hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, pemakalah akan menguraikan beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya :
1. Aksiologi berasal dari perkataan axios ( Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”.
2. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S.Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
3. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian . Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik.
4. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.
b. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai , ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya , nilai dia, dan sistem nilai dia .
c. Nilai juga diartikan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi dia, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi di atas terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai . Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai . Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
B. Tujuan Mempelajari Matematika berlandaskan Aksiologi
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan mempelajari matematika seperti yang tertulis di nomor 5, di atas sejalan dengan aksilogi yang mempelajari nilai dari suatu bidang ilmu, khususnya matematika. Maksudnya adalah aksilologi pada matematika dalah berbagai pertimbangan yang menjadi alasan mengapa matematika itu penting untuk dipelajari, serta nilai-nilai apa saja yang akan dan dimiliki setelah mempelajari matematika.
C. Hubungan Antara Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.
Sebagai tugas makalah ketiga pada filasafat, maka perlu bagi pemakalah melakukan analisa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Setelah dikaji secara mendalam maka filsafat ilmu dipelajari bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut, yaitu :
1. Pertanyaan landasan ontologis
Objek apa yang ditelaah ? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? Bagaimana korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia ( seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang menghasilkan ilmu ? Dari landasan ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang ilmu.
2. Pertanyaan landasan epistemologis
Bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu ? Bagaimana prosedur dan mekanismenya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? apakah kriterianya ? Cara /teknik /sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
3. Pertanyaan landasan aksiologi
Un tuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penetuan objek dan metode yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana korelasi antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma- norma agama ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian aksiologi terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan tujuan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia.
III. KESIMPULAN
Pengkajian suatu bidang pengetahuan harus dibangun dari fondasi filsafat yang kuat, jelas, terarah, sistematis, berdasarkan norma-norma keilmuan dan dapat dipertanggungjawabkan . Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan dalam menguak landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hala, yaitu onologi, epistemologi, dan pada makalah ini dikaji secara mendalam melalui aksiologi.
Aksiologi yang merupakan teori tentang nilai (etika dan estetika) , pada dasarnya adalah untuk mengarahkan manusia agar menyadari bahwa ilmu haruslah bertujuan untuk kemaslahatan umat, sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia, dan kesejahteraananya, begitupun dengan ilmu matematika yang disusun dan hendaknya dipergunakan secara komunal dan universal.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, JakartA :PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Sulaiman, Husnan & Munasir. (2009). Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu. [Online]. Tersedia: http://suksespen.blogspot.com//.htm [3 Oktober 2011]
Wardhani Sri. 2008 . Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG / MGMP Matematika . Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan matematika . Jogjakarta
MAKALAH AKSIOLOGI
Disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah Filsafat Ilmu
Oleh
Eriga
20112512005
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sejak dari balita mulai diarahkan dan dididik untuk mencari dan memahami ilmu. Hal ini dilakukan karena ilmu merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia , sebab dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan dan kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian, timbul pertanyaan apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia ? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab , jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini pemakalah mengajukan beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Apa pengertian aksiologi ?
2. Apa tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi ?
3. Apa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi ?
C. Tujuan Makalah
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi .
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi .
3. Untuk mengetahui hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, pemakalah akan menguraikan beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya :
1. Aksiologi berasal dari perkataan axios ( Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”.
2. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S.Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
3. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian . Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik.
4. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.
b. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai , ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya , nilai dia, dan sistem nilai dia .
c. Nilai juga diartikan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi dia, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi di atas terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai . Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai . Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
B. Tujuan Mempelajari Matematika berlandaskan Aksiologi
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan mempelajari matematika seperti yang tertulis di nomor 5, di atas sejalan dengan aksilogi yang mempelajari nilai dari suatu bidang ilmu, khususnya matematika. Maksudnya adalah aksilologi pada matematika dalah berbagai pertimbangan yang menjadi alasan mengapa matematika itu penting untuk dipelajari, serta nilai-nilai apa saja yang akan dan dimiliki setelah mempelajari matematika.
C. Hubungan Antara Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.
Sebagai tugas makalah ketiga pada filasafat, maka perlu bagi pemakalah melakukan analisa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Setelah dikaji secara mendalam maka filsafat ilmu dipelajari bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut, yaitu :
1. Pertanyaan landasan ontologis
Objek apa yang ditelaah ? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? Bagaimana korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia ( seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang menghasilkan ilmu ? Dari landasan ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang ilmu.
2. Pertanyaan landasan epistemologis
Bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu ? Bagaimana prosedur dan mekanismenya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? apakah kriterianya ? Cara /teknik /sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
3. Pertanyaan landasan aksiologi
Un tuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penetuan objek dan metode yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana korelasi antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma- norma agama ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian aksiologi terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan tujuan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia.
III. KESIMPULAN
Pengkajian suatu bidang pengetahuan harus dibangun dari fondasi filsafat yang kuat, jelas, terarah, sistematis, berdasarkan norma-norma keilmuan dan dapat dipertanggungjawabkan . Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan dalam menguak landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hala, yaitu onologi, epistemologi, dan pada makalah ini dikaji secara mendalam melalui aksiologi.
Aksiologi yang merupakan teori tentang nilai (etika dan estetika) , pada dasarnya adalah untuk mengarahkan manusia agar menyadari bahwa ilmu haruslah bertujuan untuk kemaslahatan umat, sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia, dan kesejahteraananya, begitupun dengan ilmu matematika yang disusun dan hendaknya dipergunakan secara komunal dan universal.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, JakartA :PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Sulaiman, Husnan & Munasir. (2009). Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu. [Online]. Tersedia: http://suksespen.blogspot.com//.htm [3 Oktober 2011]
Wardhani Sri. 2008 . Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG / MGMP Matematika . Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan matematika . Jogjakarta
MAKALAH AKSIOLOGI
Disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah Filsafat Ilmu
Oleh
Eriga
20112512005
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sejak dari balita mulai diarahkan dan dididik untuk mencari dan memahami ilmu. Hal ini dilakukan karena ilmu merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia , sebab dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan dan kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian, timbul pertanyaan apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia ? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab , jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini pemakalah mengajukan beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Apa pengertian aksiologi ?
2. Apa tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi ?
3. Apa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi ?
C. Tujuan Makalah
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi .
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari matematika berlandaskan aksiologi .
3. Untuk mengetahui hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, pemakalah akan menguraikan beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya :
1. Aksiologi berasal dari perkataan axios ( Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”.
2. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S.Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
3. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian . Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik.
4. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.
b. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai , ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya , nilai dia, dan sistem nilai dia .
c. Nilai juga diartikan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi dia, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi di atas terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai . Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai . Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
B. Tujuan Mempelajari Matematika berlandaskan Aksiologi
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan mempelajari matematika seperti yang tertulis di nomor 5, di atas sejalan dengan aksilogi yang mempelajari nilai dari suatu bidang ilmu, khususnya matematika. Maksudnya adalah aksilologi pada matematika dalah berbagai pertimbangan yang menjadi alasan mengapa matematika itu penting untuk dipelajari, serta nilai-nilai apa saja yang akan dan dimiliki setelah mempelajari matematika.
C. Hubungan Antara Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.
Sebagai tugas makalah ketiga pada filasafat, maka perlu bagi pemakalah melakukan analisa hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Setelah dikaji secara mendalam maka filsafat ilmu dipelajari bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut, yaitu :
1. Pertanyaan landasan ontologis
Objek apa yang ditelaah ? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? Bagaimana korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia ( seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang menghasilkan ilmu ? Dari landasan ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang ilmu.
2. Pertanyaan landasan epistemologis
Bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu ? Bagaimana prosedur dan mekanismenya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? apakah kriterianya ? Cara /teknik /sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
3. Pertanyaan landasan aksiologi
Un tuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penetuan objek dan metode yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana korelasi antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma- norma agama ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian aksiologi terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan tujuan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia.
III. KESIMPULAN
Pengkajian suatu bidang pengetahuan harus dibangun dari fondasi filsafat yang kuat, jelas, terarah, sistematis, berdasarkan norma-norma keilmuan dan dapat dipertanggungjawabkan . Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan dalam menguak landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hala, yaitu onologi, epistemologi, dan pada makalah ini dikaji secara mendalam melalui aksiologi.
Aksiologi yang merupakan teori tentang nilai (etika dan estetika) , pada dasarnya adalah untuk mengarahkan manusia agar menyadari bahwa ilmu haruslah bertujuan untuk kemaslahatan umat, sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia, dan kesejahteraananya, begitupun dengan ilmu matematika yang disusun dan hendaknya dipergunakan secara komunal dan universal.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, JakartA :PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Sulaiman, Husnan & Munasir. (2009). Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu. [Online]. Tersedia: http://suksespen.blogspot.com//.htm [3 Oktober 2011]
Wardhani Sri. 2008 . Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG / MGMP Matematika . Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan matematika . Jogjakarta
filsafat ilmu dalam matematika
FILSAFAT ILMU DALAM MATEMATIKA
A. PENDAHULUAN
Secara umum dapat dikatakan bahwa sejak perang dunia ke -2, yang telah menghancurkan kehidupan manusia, para Ilmuwan makin menyadari bahwa perkembangan ilmu dan pencapaiannya telah mengakibatkan banyak penderitaan manusia , ini tidak terlepas dari pengembangan ilmu dan teknologi yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai moral serta komitmen etis dan agamis pada nasib manusia , padahal Albert Einstein pada tahun 1938 dalam pesannya pada Mahasiswa California Institute of Technology mengatakan “ Perhatian kepada manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan perhatian pada masalah besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda, agar buah ciptaan dari pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan terhadap kemanusiaan (dikutip Suharsaputra, 2004 ).
Akan tetapi penjatuhan bom di Hirosima dan Nagasaki tahun 1945 menunjukan bahwa perkembangan iptek telah mengakibatkan kesengsaraan manusia , meski disadari tidak semua hasil pencapaian iptek demikian, namun hal itu telah mencoreng ilmu dan menyimpang dari pesan Albert Einstein, sehingga hal itu telah menimbulkan keprihatinan filosof tentang arah kemajuan peradaban manusia sebagai akibat perkembangan ilmu (Iptek) .
Untuk itu nampaknya para filosof dan ilmuan perlu merenungi apa yang dikemukakan Harold H Titus dalam bukunya Living Issues in Pilosophy tahun 1959 (dikutip Suharsaputra, 2004 ). Beliau mengutip beberapa pendapat cendikiawan seperti Northrop yang mengatakan “ it would seem that the more civilized we become , the more incapable of maintaining civilization we are”, demikian juga pernyataan Lewis Mumford yang berbicara tentang “the invisible breakdown in our civiliozation : erosion of value, the dissipation of human purpose, the denial of any dictinction between good and bad, right or wrong, the reversion to sub human conduct” (dikutip Suharsaputra, 2004 ).
Ungkapan tersebut di atas hanya untuk menunjukan bahwa memasuki dasawarsa 1960-an kecenderungan mempertanyakan manfaat ilmu menjadi hal yang penting.Memasuki tahun 1970-an , pencarian makna ilmu mulai berkembang khususnya di kalangan pemikir muslim , bahkan pada dasawarsa ini lahir gerakan islamisasi ilmu. Mulai awal tahun 1980-an, makin banyak karya cendekiawan muslim yang berbicara tentang integrasi ilmu dan agama atau islamisasi ilmu, seperti terlihat dari berbagai karya mereka yang mencakup variasi ilmu seperti karya Ilyas Ba Yunus tentang Sosiologi Islam, serta karya-karya dibidang ekonomi, seperti karya Syed Haider Naqvi Etika dan Ilmu Ekonomi, karya Umar Chapra Al Qur’an, menuju sistem moneter yang adil, dan karya-karya lainnya , yang pada intinya semua itu merupakan upaya penulisnya untuk menjadikan ilmu-ilmu tersebut mempunyai landasan nilai islam.
Sementara perkembangan matematika juga dapat dikatakan hampir sama dengan peradaban manusia. Dimana matematika merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang merupakan induk ilmu. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita sadari bahwa perkembangan matematika tidak dapat dilepaskan dari filsafat imu. Jadi disini filsafat ilmu berperan sebagai kontrol ilmu matematika agar perkembangannya bermanfaat bagi manusia. Berlatarbelakang pemikiran itu, maka perlu dipahami “ Bagaimana filsafat ilmu dalam matematika? “. Agar kita dapat lebih memahami keterkaitan dan hubungannya.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Filsafat Ilmu
Dilihat dari segi katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat yang berkaitan dengan atau tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan secara umum (dikutip Suharsaputra, 2004 ), ini dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu bentuk pengetahuan dengan karakteristik khusus, namun demikian untuk memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka diperlukan pembatasan yang dapat menggambarkan dan memberi makna khusus tentang istilah tersebut.
Para akhli telah banyak mengemukakan definisi/pengertian filsafat ilmu dengan sudut pandangnya masing-masing, dan setiap sudut pandang tersebut amat penting guna pemahaman yang komprehensif tentang makna filsafat ilmu, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi filsafat ilmu (dikutip Suharsaputra, 2004 ) :
• The philosophy of science is a part of philosophy which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience (Peter Caws)
• The philosophy of science attemt, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry-observational procedures, patterns of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presupposition, and so on, and then to evaluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology anf metaphysics (Steven R. Toulmin).
• Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole (L. White Beck)
• Philosophy of science.. that philosophic discipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presupposition, and its place in the general scheme of intelectual discipline (A.C. Benyamin)
• Philosophy of science.. the study of the inner logic of scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e of scientific method (Michael V. Berry)
Pengertian-pengertian di atas menggambarkan variasi pandangan beberapa akhli tentang makna filsafat ilmu. Peter Caw memberikan makna filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat yang kegiatannya menelaah ilmu dalam kontek keseluruhan pengalaman manusia, Steven R. Toulmin memaknai filsafat ilmu sebagai suatu disiplin yang diarahkan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur penelitian ilmiah, penentuan argumen, dan anggapan-anggapan metafisik guna menilai dasar-dasar validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi praktis serta metafisika. Sementara itu White Beck lebih melihat filsafat ilmu sebagai kajian dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk dapat difahami makna ilmu itu sendiri secara keseluruhan, masalah kajian atas metode ilmiah juka dikemukakan oleh Michael V. Berry setelah mengungkapkan dua kajian lainnya yaitu logika teori ilmiah serta hubungan antara teori dan eksperimen, demikian juga halnya Benyamin yang memasukan masalah metodologi dalam kajian filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu sendiri dalam konstelasi umum disiplin intelektual (keilmuan).
Menurut The Liang Gie (dikutip Suharsaputra, 2004 ), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia. Pengertian ini sangat umum dan cakupannya luas, hal yang penting untuk difahami adalah bahwa filsafat ilmu itu merupakan telaah kefilsafatan terhadap hal-hal yang berkaitan/menyangkut ilmu, dan bukan kajian di dalam struktur ilmu itu sendiri. Terdapat beberapa istilah dalam pustaka yang dipadankan dengan Filsafat ilmu seperti : Theory of science, meta science, methodology, dan science of science, semua istilah tersebut nampaknya menunjukan perbedaan dalam titik tekan pembahasan, namun semua itu pada dasarnya tercakup dalam kajian filsafat ilmu . Sementara itu Gahral Adian (dikutip Suharsaputra, 2004 ) mendefinisikan filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-ciri dan cara pemerolehannya.
Menurut Prof. Dr. Absori (dikutip Achmad , 2011 ), filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang membicarakan atau merefleksikan secara mendasar dan integral mengenai hakikat ilmu tertentu. Sedangkan filsafat adalah berpikir mencari jawaban, dimana jawaban yang ditemukan tidak pernah bersifat mutlak. Sedangkan menurut Prof. Dr. Musa Asy`arie (dikutip Achmad , 2011 ) , filsafat adalah berfikir radikal dalam mencari akar dari realistis metafisis bebas.
Berdasarkan berbagai pendapat , maka dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu adalah salah satu cabang dari filsafat yang berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu masih dapat dibagi lagi menjadi sejumlah filsafat ilmu yang lebih khusus, seperti filsafat matematika, filsafat ilmu fisika, filsafat biologi, filsafat ilmu sosial termasuk juga ilmu filsafat hokum. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu.
2. Objek filsafat Ilmu
Mengutip dari Fauzi Achmad tahun 2011, maka objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan jaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J. Bahm bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
3. Tujuan Filsafat Ilmu
Tujuan filsafat ilmu adalah memberikan pemahaman tentang apa dan bagaimana hakekat, sifat dan kedudukan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam cakrawala pengetahuan manusia. Disamping itu filsafat ilmu juga memperluas wawasan ilmiah sebagai kesiapan dalam menghadapi perkembangan ilmu dan teknologi yang berlangsung dan maju dengan begitu cepat, spektakuler, mendasar, yang secara intensif menyentuh semua segi dan sendi kehidupan dan secara intensif merombak budaya manusia. Dengan begitu filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. ( dikutipm dari Achmad, 2011).Sementara dikutip dari Arrasyid (2011) Tujuan filsafat ilmu adalah:
1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan,dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah.
4. Mendorong pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumberdan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
4. Manfaat Belajar Filsafat Ilmu
Menurut Suharsaputra (2004) bahwa Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang padu mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu sendiri, dan yang cenderung terfragmentasi. Untuk itu filsafat ilmu bermanfaat untuk :
1) Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu
2) Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu
3) Menghindarkan diri dari memutlakkan kebenaran ilmiah, dan menganggap bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
4) Menghindarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang lain di luar bidang ilmunya.
5. Pengertian Matematika
Menurut Ernest tahun 1991 ( dikutip Yahya, 2009) melihat matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial yang memenuhi tiga premis sebagai berikut: i) The basis of mathematical knowledge is linguistic language, conventions and rules, and language is a social constructions; ii) Interpersonal social processes are required to turn an individual’s subjective mathematical knowledge, after publication, into accepted objective mathematical knowledge; and iii) Objectivity itself will be understood to be social. Selain Ernest, terdapat sejumlah tokoh yang memandang matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial. Misalnya, Dienes ( dikutip Yahya, 2009) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni.
Kitcher ( dikutip Yahya, 2009) lebih memfokuskan perhatiannya kepada komponen dalam kegiatan matematika. Dia mengklaim bahwa matematika terdiri atas komponen-komponen: 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para matematikawan, 2) pernyataan (statements) yang digunakan oleh para matematikawan, 3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan pernyataan, dan 5) ide matematika itu sendiri. Bahkan secara lebih luas matematika dipandang sebagai the science of pattern.
Sedangkan matematika dalam sudut pandang Andi Hakim Nasution tahun 1982 ( dikutip Yahya, 2009) menyatakan, bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata Sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau intelegensia. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuai dengan arti kata mathein pada matematika).orang Arab, menyebut matematika dengan ‘ilmu al-hisab yang berarti ilmu berhitung. Di Indonesia, matematika disebut dengan ilmu pasti dan ilmu hitung.. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. ( dikutip Yahya, 2009)
Berpijak pada beberapa uraian di atas maka Sumardyono tahun 2004 ( dikutip Yahya, 2009) secara umum mendefinisikan matematika sebagai berikut,
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
2. Matematika sebagai alat (tool). sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3. Matematika sebagai pola pikir deduktif., artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
5. Matematika sebagai bahasa artifisial.. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.
6. Matematika sebagai seni yang kreatif.
Ada yang berpendapat lain tentang matematika yakni pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang, salah satu cabang dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis, teratur, dan eksak. Matematika adalah angka-angka dan perhitungan yang merupakan bagian dari hidup manusia. Matematika menolong manusia menafsirkan secara eksak berbagai ide dan kesimpulan-kesimpulan. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik. Matematika membahas faka-fakta dan hubungan-hubungannya, serta membahas problem ruang dan waktu. Matematika menurut sutrisman (dikutip Yahya, 2009) adalah queen of science (ratunya ilmu).
6. Peran filsafat Ilmu Pada Matematika
Menurut Hurhasanah (2009) matematika dan filsafat memiliki hubungan yang cukup erat, dibandingkan ilmu lainnya. Alasannya, filsafat merupakan pangkal untuk mempelajari ilmu dan matematika adalah ibu dari segala ilmu. Ada juga yang beranggapan bahwa filsafat dan matematika adalah ibu dari segala ilmu yang ada. Hubungan lainnya dari matematika dan filsafat karena kedua hal ini adalah apriori dan tidak eksperimentalis. Hasil dari keduanya tidak memerlukan bukti secara fisik.
C. PENUTUP
Jadi tujuan dari pembelajaran filsafat ilmu dalam matematika , yaitu setelah belajar berfilsafat kita diharapkan tahu dan memahami keberadaan kita sebagai manusia dalam dunia ini. Sehingga tujuan hidup yang lebih baik dapat tercapai.Filsafat ilmu lebih menekankan kepada keberadaan ilmu pengetahuan di dunia adalah sebagai suatu alat untuk memanfaatkan bumi beserta isinya untuk mencapai tujuan hidup manusia yang lebih baik. Dari pernyataan ini seharusnya kita sudah paham bahwa filsafat ilmu akan mempunyai peranan dalam membentuk seorang sarjana yang paham dengan ilmu yang ditekuninya. Sehingga manfaat belajar filsafat ilmu akan terasa oleh mahasiswa itu sendiri, dan pada akhirnya juga dapat dirasakan manfaat oleh lingkungan sekitarnya, khususnya bagi orang-orang yang latar pendidikan di bidang matematika, diharapkan setelah belajar filsafat ilmu dapat lebih memahami makna manfaat pembelajaran matematika yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arrasyid, Fauzan. (2011). Tujuan Filsafat Ilmu. Tersedia : http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/26/tujuan-filsafat-ilmu. Diakses : 20 Desember 2011.
Bakhtiar, Amsal.(2010). Filsafat Ilmu. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Fauzi, achmad. (2011). Pengertian, Tujuan, dan Objek Filsafat Ilmu. Tersedia : http://zona-prasko.blogspot.com/2011/08/pengertian-tujuan-dan-objek-filsafat.html. Diakses : 20 Desember 2011.
Nurhasanah, A.S.(2009).Tentang Komunitas Belajar Filsafat Matematika. Tersedia: http://www.filsafatmatematika.com/matematika.asp?id=tentang_filsafat_matematika#top. Diakses : 20 Desember 2011.
Suharsaputra, Uhar. (2004). Filsafat Ilmu. Tersedia : http://uharsputra.wordpress.com/filsafat/materi-kuliah-filsafat-ilmu/. Diakses : 20 Desember 2011.
Yahya, A. Halim Fathani. (2009). Memahami Kembali Definisi dan Deskripsi Matematika. Tersedia : http://masthoni.wordpress.com/2009/07/12/melihat-kembali-definisi-dan-deskripsi-matematika/. Diakses : 20 desember 2011.
A. PENDAHULUAN
Secara umum dapat dikatakan bahwa sejak perang dunia ke -2, yang telah menghancurkan kehidupan manusia, para Ilmuwan makin menyadari bahwa perkembangan ilmu dan pencapaiannya telah mengakibatkan banyak penderitaan manusia , ini tidak terlepas dari pengembangan ilmu dan teknologi yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai moral serta komitmen etis dan agamis pada nasib manusia , padahal Albert Einstein pada tahun 1938 dalam pesannya pada Mahasiswa California Institute of Technology mengatakan “ Perhatian kepada manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan perhatian pada masalah besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda, agar buah ciptaan dari pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan terhadap kemanusiaan (dikutip Suharsaputra, 2004 ).
Akan tetapi penjatuhan bom di Hirosima dan Nagasaki tahun 1945 menunjukan bahwa perkembangan iptek telah mengakibatkan kesengsaraan manusia , meski disadari tidak semua hasil pencapaian iptek demikian, namun hal itu telah mencoreng ilmu dan menyimpang dari pesan Albert Einstein, sehingga hal itu telah menimbulkan keprihatinan filosof tentang arah kemajuan peradaban manusia sebagai akibat perkembangan ilmu (Iptek) .
Untuk itu nampaknya para filosof dan ilmuan perlu merenungi apa yang dikemukakan Harold H Titus dalam bukunya Living Issues in Pilosophy tahun 1959 (dikutip Suharsaputra, 2004 ). Beliau mengutip beberapa pendapat cendikiawan seperti Northrop yang mengatakan “ it would seem that the more civilized we become , the more incapable of maintaining civilization we are”, demikian juga pernyataan Lewis Mumford yang berbicara tentang “the invisible breakdown in our civiliozation : erosion of value, the dissipation of human purpose, the denial of any dictinction between good and bad, right or wrong, the reversion to sub human conduct” (dikutip Suharsaputra, 2004 ).
Ungkapan tersebut di atas hanya untuk menunjukan bahwa memasuki dasawarsa 1960-an kecenderungan mempertanyakan manfaat ilmu menjadi hal yang penting.Memasuki tahun 1970-an , pencarian makna ilmu mulai berkembang khususnya di kalangan pemikir muslim , bahkan pada dasawarsa ini lahir gerakan islamisasi ilmu. Mulai awal tahun 1980-an, makin banyak karya cendekiawan muslim yang berbicara tentang integrasi ilmu dan agama atau islamisasi ilmu, seperti terlihat dari berbagai karya mereka yang mencakup variasi ilmu seperti karya Ilyas Ba Yunus tentang Sosiologi Islam, serta karya-karya dibidang ekonomi, seperti karya Syed Haider Naqvi Etika dan Ilmu Ekonomi, karya Umar Chapra Al Qur’an, menuju sistem moneter yang adil, dan karya-karya lainnya , yang pada intinya semua itu merupakan upaya penulisnya untuk menjadikan ilmu-ilmu tersebut mempunyai landasan nilai islam.
Sementara perkembangan matematika juga dapat dikatakan hampir sama dengan peradaban manusia. Dimana matematika merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang merupakan induk ilmu. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita sadari bahwa perkembangan matematika tidak dapat dilepaskan dari filsafat imu. Jadi disini filsafat ilmu berperan sebagai kontrol ilmu matematika agar perkembangannya bermanfaat bagi manusia. Berlatarbelakang pemikiran itu, maka perlu dipahami “ Bagaimana filsafat ilmu dalam matematika? “. Agar kita dapat lebih memahami keterkaitan dan hubungannya.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Filsafat Ilmu
Dilihat dari segi katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat yang berkaitan dengan atau tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan secara umum (dikutip Suharsaputra, 2004 ), ini dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu bentuk pengetahuan dengan karakteristik khusus, namun demikian untuk memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka diperlukan pembatasan yang dapat menggambarkan dan memberi makna khusus tentang istilah tersebut.
Para akhli telah banyak mengemukakan definisi/pengertian filsafat ilmu dengan sudut pandangnya masing-masing, dan setiap sudut pandang tersebut amat penting guna pemahaman yang komprehensif tentang makna filsafat ilmu, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi filsafat ilmu (dikutip Suharsaputra, 2004 ) :
• The philosophy of science is a part of philosophy which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience (Peter Caws)
• The philosophy of science attemt, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry-observational procedures, patterns of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presupposition, and so on, and then to evaluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology anf metaphysics (Steven R. Toulmin).
• Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole (L. White Beck)
• Philosophy of science.. that philosophic discipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presupposition, and its place in the general scheme of intelectual discipline (A.C. Benyamin)
• Philosophy of science.. the study of the inner logic of scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e of scientific method (Michael V. Berry)
Pengertian-pengertian di atas menggambarkan variasi pandangan beberapa akhli tentang makna filsafat ilmu. Peter Caw memberikan makna filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat yang kegiatannya menelaah ilmu dalam kontek keseluruhan pengalaman manusia, Steven R. Toulmin memaknai filsafat ilmu sebagai suatu disiplin yang diarahkan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur penelitian ilmiah, penentuan argumen, dan anggapan-anggapan metafisik guna menilai dasar-dasar validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi praktis serta metafisika. Sementara itu White Beck lebih melihat filsafat ilmu sebagai kajian dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk dapat difahami makna ilmu itu sendiri secara keseluruhan, masalah kajian atas metode ilmiah juka dikemukakan oleh Michael V. Berry setelah mengungkapkan dua kajian lainnya yaitu logika teori ilmiah serta hubungan antara teori dan eksperimen, demikian juga halnya Benyamin yang memasukan masalah metodologi dalam kajian filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu sendiri dalam konstelasi umum disiplin intelektual (keilmuan).
Menurut The Liang Gie (dikutip Suharsaputra, 2004 ), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia. Pengertian ini sangat umum dan cakupannya luas, hal yang penting untuk difahami adalah bahwa filsafat ilmu itu merupakan telaah kefilsafatan terhadap hal-hal yang berkaitan/menyangkut ilmu, dan bukan kajian di dalam struktur ilmu itu sendiri. Terdapat beberapa istilah dalam pustaka yang dipadankan dengan Filsafat ilmu seperti : Theory of science, meta science, methodology, dan science of science, semua istilah tersebut nampaknya menunjukan perbedaan dalam titik tekan pembahasan, namun semua itu pada dasarnya tercakup dalam kajian filsafat ilmu . Sementara itu Gahral Adian (dikutip Suharsaputra, 2004 ) mendefinisikan filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-ciri dan cara pemerolehannya.
Menurut Prof. Dr. Absori (dikutip Achmad , 2011 ), filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang membicarakan atau merefleksikan secara mendasar dan integral mengenai hakikat ilmu tertentu. Sedangkan filsafat adalah berpikir mencari jawaban, dimana jawaban yang ditemukan tidak pernah bersifat mutlak. Sedangkan menurut Prof. Dr. Musa Asy`arie (dikutip Achmad , 2011 ) , filsafat adalah berfikir radikal dalam mencari akar dari realistis metafisis bebas.
Berdasarkan berbagai pendapat , maka dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu adalah salah satu cabang dari filsafat yang berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu masih dapat dibagi lagi menjadi sejumlah filsafat ilmu yang lebih khusus, seperti filsafat matematika, filsafat ilmu fisika, filsafat biologi, filsafat ilmu sosial termasuk juga ilmu filsafat hokum. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu.
2. Objek filsafat Ilmu
Mengutip dari Fauzi Achmad tahun 2011, maka objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan jaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J. Bahm bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
3. Tujuan Filsafat Ilmu
Tujuan filsafat ilmu adalah memberikan pemahaman tentang apa dan bagaimana hakekat, sifat dan kedudukan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam cakrawala pengetahuan manusia. Disamping itu filsafat ilmu juga memperluas wawasan ilmiah sebagai kesiapan dalam menghadapi perkembangan ilmu dan teknologi yang berlangsung dan maju dengan begitu cepat, spektakuler, mendasar, yang secara intensif menyentuh semua segi dan sendi kehidupan dan secara intensif merombak budaya manusia. Dengan begitu filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. ( dikutipm dari Achmad, 2011).Sementara dikutip dari Arrasyid (2011) Tujuan filsafat ilmu adalah:
1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan,dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah.
4. Mendorong pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumberdan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
4. Manfaat Belajar Filsafat Ilmu
Menurut Suharsaputra (2004) bahwa Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang padu mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu sendiri, dan yang cenderung terfragmentasi. Untuk itu filsafat ilmu bermanfaat untuk :
1) Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu
2) Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu
3) Menghindarkan diri dari memutlakkan kebenaran ilmiah, dan menganggap bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
4) Menghindarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang lain di luar bidang ilmunya.
5. Pengertian Matematika
Menurut Ernest tahun 1991 ( dikutip Yahya, 2009) melihat matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial yang memenuhi tiga premis sebagai berikut: i) The basis of mathematical knowledge is linguistic language, conventions and rules, and language is a social constructions; ii) Interpersonal social processes are required to turn an individual’s subjective mathematical knowledge, after publication, into accepted objective mathematical knowledge; and iii) Objectivity itself will be understood to be social. Selain Ernest, terdapat sejumlah tokoh yang memandang matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial. Misalnya, Dienes ( dikutip Yahya, 2009) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni.
Kitcher ( dikutip Yahya, 2009) lebih memfokuskan perhatiannya kepada komponen dalam kegiatan matematika. Dia mengklaim bahwa matematika terdiri atas komponen-komponen: 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para matematikawan, 2) pernyataan (statements) yang digunakan oleh para matematikawan, 3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan pernyataan, dan 5) ide matematika itu sendiri. Bahkan secara lebih luas matematika dipandang sebagai the science of pattern.
Sedangkan matematika dalam sudut pandang Andi Hakim Nasution tahun 1982 ( dikutip Yahya, 2009) menyatakan, bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata Sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau intelegensia. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuai dengan arti kata mathein pada matematika).orang Arab, menyebut matematika dengan ‘ilmu al-hisab yang berarti ilmu berhitung. Di Indonesia, matematika disebut dengan ilmu pasti dan ilmu hitung.. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. ( dikutip Yahya, 2009)
Berpijak pada beberapa uraian di atas maka Sumardyono tahun 2004 ( dikutip Yahya, 2009) secara umum mendefinisikan matematika sebagai berikut,
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
2. Matematika sebagai alat (tool). sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3. Matematika sebagai pola pikir deduktif., artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
5. Matematika sebagai bahasa artifisial.. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.
6. Matematika sebagai seni yang kreatif.
Ada yang berpendapat lain tentang matematika yakni pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang, salah satu cabang dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis, teratur, dan eksak. Matematika adalah angka-angka dan perhitungan yang merupakan bagian dari hidup manusia. Matematika menolong manusia menafsirkan secara eksak berbagai ide dan kesimpulan-kesimpulan. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik. Matematika membahas faka-fakta dan hubungan-hubungannya, serta membahas problem ruang dan waktu. Matematika menurut sutrisman (dikutip Yahya, 2009) adalah queen of science (ratunya ilmu).
6. Peran filsafat Ilmu Pada Matematika
Menurut Hurhasanah (2009) matematika dan filsafat memiliki hubungan yang cukup erat, dibandingkan ilmu lainnya. Alasannya, filsafat merupakan pangkal untuk mempelajari ilmu dan matematika adalah ibu dari segala ilmu. Ada juga yang beranggapan bahwa filsafat dan matematika adalah ibu dari segala ilmu yang ada. Hubungan lainnya dari matematika dan filsafat karena kedua hal ini adalah apriori dan tidak eksperimentalis. Hasil dari keduanya tidak memerlukan bukti secara fisik.
C. PENUTUP
Jadi tujuan dari pembelajaran filsafat ilmu dalam matematika , yaitu setelah belajar berfilsafat kita diharapkan tahu dan memahami keberadaan kita sebagai manusia dalam dunia ini. Sehingga tujuan hidup yang lebih baik dapat tercapai.Filsafat ilmu lebih menekankan kepada keberadaan ilmu pengetahuan di dunia adalah sebagai suatu alat untuk memanfaatkan bumi beserta isinya untuk mencapai tujuan hidup manusia yang lebih baik. Dari pernyataan ini seharusnya kita sudah paham bahwa filsafat ilmu akan mempunyai peranan dalam membentuk seorang sarjana yang paham dengan ilmu yang ditekuninya. Sehingga manfaat belajar filsafat ilmu akan terasa oleh mahasiswa itu sendiri, dan pada akhirnya juga dapat dirasakan manfaat oleh lingkungan sekitarnya, khususnya bagi orang-orang yang latar pendidikan di bidang matematika, diharapkan setelah belajar filsafat ilmu dapat lebih memahami makna manfaat pembelajaran matematika yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arrasyid, Fauzan. (2011). Tujuan Filsafat Ilmu. Tersedia : http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/26/tujuan-filsafat-ilmu. Diakses : 20 Desember 2011.
Bakhtiar, Amsal.(2010). Filsafat Ilmu. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Fauzi, achmad. (2011). Pengertian, Tujuan, dan Objek Filsafat Ilmu. Tersedia : http://zona-prasko.blogspot.com/2011/08/pengertian-tujuan-dan-objek-filsafat.html. Diakses : 20 Desember 2011.
Nurhasanah, A.S.(2009).Tentang Komunitas Belajar Filsafat Matematika. Tersedia: http://www.filsafatmatematika.com/matematika.asp?id=tentang_filsafat_matematika#top. Diakses : 20 Desember 2011.
Suharsaputra, Uhar. (2004). Filsafat Ilmu. Tersedia : http://uharsputra.wordpress.com/filsafat/materi-kuliah-filsafat-ilmu/. Diakses : 20 Desember 2011.
Yahya, A. Halim Fathani. (2009). Memahami Kembali Definisi dan Deskripsi Matematika. Tersedia : http://masthoni.wordpress.com/2009/07/12/melihat-kembali-definisi-dan-deskripsi-matematika/. Diakses : 20 desember 2011.
resume teori belajar Robert M Gagne
Robert Mills Gagne (21 Agustus 1916 – 28 April 2002), Gagne lahir diAndover Utara, Massachusetts.25 Ia mendapatkan gelar A.B dari Universitas Yalepada tahun 1937 dan gelar Ph.D dari Universitas Brown pada tahun 1940. Diaadalah seorang Professor dalam bidang psikologi dan psikologi pendidikan diConnecticut College khusus wanita (1940-1949), Universitas Negara bagianPensylvania (1945-1946), Professor di Departemen penelitian pendidikan diUniversitas Negara bagian Florida di Tallahasse mulai tahun 1969. Gagne jugamenjabat sebagai direktur riset untuk angkatan udara (1949-1958) di Lackland,Texas dan Lowry, Colorado. Ia pernah bekerja sebagai konsultan dari departemenpertahanan (1958-1961) dan untuk dinas pendidikan Amerika Serikat (1964-1966), selain itu ia juga bekerja sebagai direktur riset pada Institut penelitianAmerika di Pittsburgh (1962-1965).Hasil kerja Gagne memiliki pengaruh besar pada pendidikan Amerika danpada pelatihan militer dan industri. Gagne dan L. J. Briggs ada diantarapengembangan awal dari teori desain sistem instruksional yang menunjukkanbahwa semua komponen dari pelajaran atau periode instruksi dapat dianalisis dan semua komponen yang dapat dirancang untuk beroperasi bersama-sama sebagaisuatu rencana untuk pengajaran. Dalam suatu artikel signifikan berjudul“Teknologi Pendidikan dan Proses Pembelajaran” (peneliti pendidikan, 1974),Gagne mendefinisikan instruksi sebagai “serangkaian kegiatan yang direncanakanuntuk kegiatan eksternal yang mempengaruhi proses pembelajaran dan itumempromosikan pendidikan”.Gagne juga dikenal untuk teori stimulus-responnya yang muthakir daridelapan jenis pembelajaran yang dibedakan dalam hal kualitas dan kuantitas darirespon stimulus yang mempunyai keterkaitan. Dari yang paling mudah hinggayang paling sulit atau komplek, ini adalah Signal learning (PavlovianConditioning) Stimulus response learning (operant conditioning) Chaining(Complex Operant Conditioning) Verbal association, Discrimination learning,Concept learning, Rule learning, Problem solving.Gagne berpendapat bahwa banyak keterampilan bisa dianalisis dalamsuatu perilaku hirarki yang disebut pembelajaran hirarki.
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hierarki belajar. Dalam penelitiaannya ia banyak menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji penerapan teorinya. Di dalam teorinya Gagne juga mengemukakan suatu klasifikasi dari objek-objek yang dipelajari di dalam matematika.
1. Objek-objek pembelajaran Matematika
Menurut Gagne secara garis besar ada dua macam objek yang dipelajari siswa dalam matematika, yaitu objek-objek langsung dan objek-objek tak langsung. Objek-objek langsung dari pembelajaran Matematika terdiri atas:
a. Fakta-fakta matematika
Adalah konvensi-konvensi (semufakatan-semufakatan) dalam matematika yang dimaksudkan untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan di dalam matematika, seperti lambang-lambang yang ada dalam matematika, semufakatan bahwa pada garis bilangan yang horisontal, arah ke kanan menunjukan bilangan-bilangan yang semakin besar sedangkan kearah kiri menunjukkan bilangan-bilangan yang semakib kecil nilainya, dan sebagainya.
Di dalam matematika, fakta merupakan sesuatu yang harus diterima begitu saja karena itu sekedar merupakan semufakatan. Misalnya adalah merupakan fakta (yang haruis diterima begitu saja) bahwa lambang untuyk bilangan Empat adalah 4 (dalam sistem bilangan hindu-arab) atau ‘IV’ ( dalam sistem bilangan romawi). Juga lambang ‘-‘ adalah lambang untuk operasi pengurangan. Di dalam matematika tidak dipersoalkan hal-hal seperti itu, dan menurut Gagne fakta hanya bisa dipelajari dengan dipakai berulang-ulang dan di hafal.
b. keterampilan-keterampilan matematika
adalah operasi-operasi dan prosedur-prosedur dalam matematika yang masing-masing merupakan suatu proses untuk mencari sesuatu hasil tertentu. Contoh keterampilan matematika adalah proses mencari jumlah dua bilangan, proses mencari kelipatan persekutuan terkecil dari dua bilangan dan lain-lain.
c. Konsep-konsep matematiaka
Suatu konsep yang yang berada dalam lingkup matematika disebut konsep matematika, yaitu antara lain: segitiga, persegi panjang, persemaan, pertidaksamaan, bilangan prima, dan lain-lain.
d. Prinsip-prinsip matematika
Beberapoa contoh prinsip dalam matematika antara lain:
1). Pada setiap segitiga sama kaki, kedua sudut alas adalah sama besar.
2). Hasil kali dua bilangan p dan q adalah nol jika dan hanya jika p=0 atau q=0.
3). Pada setiap seggitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi siku-siku.
2. Fase-fase kegiatan belajar
Menurut Gagne setiap kegiatan belajar terdiri atas empat fase yang terjadi secara berurutan, yaitu
a. Fase Aprehensi. Pada fase ini siswa menyadari adanya stimulus yang terkait dengan kegiatan belajar tang akan ia lakukan. Dalam pelajaran matematika, stimulus tersebut bisa berupa materi pelajaran yang tercetak pada halaman sebuah buku, sebuah sola yang diberikan oleh guru sebagai pekerjaan rumah, atau juga bisa seperangkat alat peraga yang berguna untuk pemahaman konsep-konsep tertentu.
b. Fase Akuisisi. Pada fase ini siswa melakukan akuisisi atau penyerapan terhadap berbagai fakta, keterampilan, konsep, atau prinsip ytang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut.
c. Fase Penyimpanan. Pada fase iniu siswa menyimpan hasil-hasil kegiatan belajar dalam ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.
d. Fase Pemanggilan. Pada fase ini siswa berusaha memanggil kembali hasil-hasil dari kegiatan belajar yang telah ia peroleh dan ia simpan dalam ingatan, baik itu yang menyangkut fakta, keterampilan, konsep, maupun prinsip.
3. Jenis-jenis belajar
jenis-jenis belajar terdiri atas:
1. Belajar isyarat, adalah kegiatan belajar yang terjadi secara tidak disadari, sebagai akibat adanya suatu stimulus tertentu. Sebagai contoh, jika seorang siswa mendapatkan komentar bernada positif dari guru matematika, maka secara tidak langsung siswa itu akan cenderung menyukai pelajaran matematika. Dan sebaliknya.
2. Belajar stimulus respon, adalah kegiatan belajar yang terjadi secara disadari, yang berupa dolakukannya suatu kegiatan fisik sebagai suatu reaksi atas adanya suatu stimulus tertentu.
3. Rangkaian gerakan, merupakan kegiatan yang terdiri atas dua gerakan fisik atau lebih yang dirangkai menjadi satu secara berurutan, dalam upaya untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu.
4. Rangkaian verbal, merupakan kegiatan merangkai kata-kata atau kalimat-kalimat secara bermakna. Misalnya kegiatan mendeskripsikan sifat-sifat suatu bangun geometri, kegiatan menyebutkan nama benda-benda tertentu, dan sebagainya.
5. Belajar membedakan, merupakan kegiatan mengamati perbedaan antara sesuatu objek yang satu dengan sesuatu objek yang lain, misalnya membedakan lambang ‘3’ dengan lambang ‘8’, membedakan bilangan bulat dengan bilangan prima, dan sebagainya.
6. Belajar konsep, merupakan kegiatan mengenali sifat yang sama yang terdapat pada berbagai objek atau peristiwa, dan kemudian memperlakukan objek-objek atau peristiwa itu sebagai suatu kelas, disebabkan oleh adanya sifat yang sama tersebut.
7. Belajar aturan. Contoh aturan dalam matematika antara lain: Untuk sembarang dua bilangan real a dan b berlaku a x b = b x a, dan masih banyak aturan lain dalam matematika.
8. Pemecahan masalah, merupakan kegiatan belajar yang palng kompleks. Untuk dapat memecahkan suatu masalah, seseorang memerlukan pengetahuan-pengetahuan dan kemampuan-kemampuan yang ada kaitannya dengan masalah tersebut. Pengetahuan dan kemampuan tersebut harus diramu dan diolah secara kreatif dalam ranghka memecahkan masalah yang bersangkutan
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hierarki belajar. Dalam penelitiaannya ia banyak menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji penerapan teorinya. Di dalam teorinya Gagne juga mengemukakan suatu klasifikasi dari objek-objek yang dipelajari di dalam matematika.
1. Objek-objek pembelajaran Matematika
Menurut Gagne secara garis besar ada dua macam objek yang dipelajari siswa dalam matematika, yaitu objek-objek langsung dan objek-objek tak langsung. Objek-objek langsung dari pembelajaran Matematika terdiri atas:
a. Fakta-fakta matematika
Adalah konvensi-konvensi (semufakatan-semufakatan) dalam matematika yang dimaksudkan untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan di dalam matematika, seperti lambang-lambang yang ada dalam matematika, semufakatan bahwa pada garis bilangan yang horisontal, arah ke kanan menunjukan bilangan-bilangan yang semakin besar sedangkan kearah kiri menunjukkan bilangan-bilangan yang semakib kecil nilainya, dan sebagainya.
Di dalam matematika, fakta merupakan sesuatu yang harus diterima begitu saja karena itu sekedar merupakan semufakatan. Misalnya adalah merupakan fakta (yang haruis diterima begitu saja) bahwa lambang untuyk bilangan Empat adalah 4 (dalam sistem bilangan hindu-arab) atau ‘IV’ ( dalam sistem bilangan romawi). Juga lambang ‘-‘ adalah lambang untuk operasi pengurangan. Di dalam matematika tidak dipersoalkan hal-hal seperti itu, dan menurut Gagne fakta hanya bisa dipelajari dengan dipakai berulang-ulang dan di hafal.
b. keterampilan-keterampilan matematika
adalah operasi-operasi dan prosedur-prosedur dalam matematika yang masing-masing merupakan suatu proses untuk mencari sesuatu hasil tertentu. Contoh keterampilan matematika adalah proses mencari jumlah dua bilangan, proses mencari kelipatan persekutuan terkecil dari dua bilangan dan lain-lain.
c. Konsep-konsep matematiaka
Suatu konsep yang yang berada dalam lingkup matematika disebut konsep matematika, yaitu antara lain: segitiga, persegi panjang, persemaan, pertidaksamaan, bilangan prima, dan lain-lain.
d. Prinsip-prinsip matematika
Beberapoa contoh prinsip dalam matematika antara lain:
1). Pada setiap segitiga sama kaki, kedua sudut alas adalah sama besar.
2). Hasil kali dua bilangan p dan q adalah nol jika dan hanya jika p=0 atau q=0.
3). Pada setiap seggitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi siku-siku.
2. Fase-fase kegiatan belajar
Menurut Gagne setiap kegiatan belajar terdiri atas empat fase yang terjadi secara berurutan, yaitu
a. Fase Aprehensi. Pada fase ini siswa menyadari adanya stimulus yang terkait dengan kegiatan belajar tang akan ia lakukan. Dalam pelajaran matematika, stimulus tersebut bisa berupa materi pelajaran yang tercetak pada halaman sebuah buku, sebuah sola yang diberikan oleh guru sebagai pekerjaan rumah, atau juga bisa seperangkat alat peraga yang berguna untuk pemahaman konsep-konsep tertentu.
b. Fase Akuisisi. Pada fase ini siswa melakukan akuisisi atau penyerapan terhadap berbagai fakta, keterampilan, konsep, atau prinsip ytang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut.
c. Fase Penyimpanan. Pada fase iniu siswa menyimpan hasil-hasil kegiatan belajar dalam ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.
d. Fase Pemanggilan. Pada fase ini siswa berusaha memanggil kembali hasil-hasil dari kegiatan belajar yang telah ia peroleh dan ia simpan dalam ingatan, baik itu yang menyangkut fakta, keterampilan, konsep, maupun prinsip.
3. Jenis-jenis belajar
jenis-jenis belajar terdiri atas:
1. Belajar isyarat, adalah kegiatan belajar yang terjadi secara tidak disadari, sebagai akibat adanya suatu stimulus tertentu. Sebagai contoh, jika seorang siswa mendapatkan komentar bernada positif dari guru matematika, maka secara tidak langsung siswa itu akan cenderung menyukai pelajaran matematika. Dan sebaliknya.
2. Belajar stimulus respon, adalah kegiatan belajar yang terjadi secara disadari, yang berupa dolakukannya suatu kegiatan fisik sebagai suatu reaksi atas adanya suatu stimulus tertentu.
3. Rangkaian gerakan, merupakan kegiatan yang terdiri atas dua gerakan fisik atau lebih yang dirangkai menjadi satu secara berurutan, dalam upaya untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu.
4. Rangkaian verbal, merupakan kegiatan merangkai kata-kata atau kalimat-kalimat secara bermakna. Misalnya kegiatan mendeskripsikan sifat-sifat suatu bangun geometri, kegiatan menyebutkan nama benda-benda tertentu, dan sebagainya.
5. Belajar membedakan, merupakan kegiatan mengamati perbedaan antara sesuatu objek yang satu dengan sesuatu objek yang lain, misalnya membedakan lambang ‘3’ dengan lambang ‘8’, membedakan bilangan bulat dengan bilangan prima, dan sebagainya.
6. Belajar konsep, merupakan kegiatan mengenali sifat yang sama yang terdapat pada berbagai objek atau peristiwa, dan kemudian memperlakukan objek-objek atau peristiwa itu sebagai suatu kelas, disebabkan oleh adanya sifat yang sama tersebut.
7. Belajar aturan. Contoh aturan dalam matematika antara lain: Untuk sembarang dua bilangan real a dan b berlaku a x b = b x a, dan masih banyak aturan lain dalam matematika.
8. Pemecahan masalah, merupakan kegiatan belajar yang palng kompleks. Untuk dapat memecahkan suatu masalah, seseorang memerlukan pengetahuan-pengetahuan dan kemampuan-kemampuan yang ada kaitannya dengan masalah tersebut. Pengetahuan dan kemampuan tersebut harus diramu dan diolah secara kreatif dalam ranghka memecahkan masalah yang bersangkutan
Langganan:
Postingan (Atom)